Dalam kitab tafsirnya, Al-Imam al-Hafizh Abul Fida’ Ismail Ibn Katsir ad-Dimasyqi asy-Syafi’i, saat menafsirkan ayat ke-5 Surah Shad, menyampaikan sebuah kisah:
Suatu ketika, Abu Jahal dan sejumlah pemuka kaum Kafir Quraisy datang menemui Abu Thalib. Mereka ingin mengadukan aktivitas dakwah Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa sallam yang meresahkan mereka, dan meminta Abu Thalib untuk tidak melindungi keponakannya itu.
Bersamaan dengan itu, Rasulullah Shallallahu alahi wa sallam tiba di rumah sang paman, Abu Thalib. Abu Jahal dan kawan-kawannya pun mencecar Nabi dengan ucapan-ucapan yang menyakitkan beliau.
Rasulullah lalu berkata kepada sang paman, Abu Thalib, “Wahai paman, yang aku inginkan dari mereka sebenarnya hanyalah satu kalimat. Jika mereka mau mengucapkannya, niscaya seluruh bangsa Arab akan mematuhi mereka, dan bangsa ‘Ajam (non Arab) akan bersedia membayar jizyah kepada mereka.”
Sontak Abu Jahal dan kawan-kawan terkejut mendengar jawaban Rasulullah. Mereka pun menyahut, “Hanya satu kalimat? Baik. Sepuluh kalimat pun kami sanggup mengucapkanya, kalau memang seluruh bangsa Arab akan tunduk dan bangsa non Arab akan membayar jizyah.”
“Kalimat apakah itu?” Tanya mereka kemudian.
Rasulullah Shallallahu alahi wa sallam pun menjawab,
لا إله إلا الله
“Tidak ada Tuhan selain Allah.”
Seketika itu juga, Abu Jahal dan para gembong kaum Kafir Quraisy berdiri terkejut dan marah seraya mengibaskan baju mereka, kemudian berkata, “Kau mau menjadikan tuhan-tuhan itu satu Tuhan saja? Aneh!”
Allah Subhanahu wa ta’ala merekam ucapan mereka di dalam firman-Nya,
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan.” (Shad [38]: 5)
Hanya satu kalimat yang semestinya mudah dan ringan untuk diucapkan. Namun, justru karena kalimat itu Abu Jahal dan pemuka-pemuka kafir Quraisy memusuhi dan memerangi Nabi dan para sahabat, tanpa kenal ampun, tanpa toleransi, dan tanpa belas kasih.
Demikian pula dengan ucapan selamat Natal. Selamat Natal memang hanya sekedar kalimat. Tetapi, mengucapkan selamat Natal bukanlah bentuk toleransi. Jika mengucapkan selamat Natal adalah toleransi, maukah mereka bertoleransi kepada umat Islam dengan mengucapkan syahadat?
Masih banyak jenis toleransi yang lain yang bisa kita jalani bersama, tanpa harus mengorbankan aqidah.
Wallahul Musta’an
Penulis: Ustadz Dahyal Afkar, Lc