(Bagian 5 dari Rangkaian Kisah Peperangan antara Kaum Muslimin vs Kaum Yahudi)
Ini adalah perang kelima (terakhir) dalam rangkaian peperangan antara Kaum Muslimin versus Kaum Yahudi pada masa kehidupan Nabi Muhammad ﷺ.
Dinamakan Perang Khaibar karena berlangsung di kawasan oasis Khaibar yang subur, sekitar 150 km dari Madinah.
Ini adalah kawasan yang jumlah populasi orang Yahudinya terbanyak di Jazirah Arab. Kebanyakan mereka berprofesi sebagai petani kurma.
Lahan yang luas dan subur menjadikan hasil panen kurma mereka berlimpah dan mendatangkan kekayaan bagi komunitas Yahudi di sana. Masalahnya, kekayaan mereka itu kerap dimanfaatkan untuk mendanai peperangan terhadap Nabi Muhammad ﷺ dan umat Islam.
Pada mulanya komunitas Yahudi di Khaibar tidak melancarkan permusuhan kepada umat Islam di Madinah. Namun sejak kaum Yahudi Bani Nadhir terusir dari Madinah dan kemudian bermukim di Khaibar, permusuhan mulai berlangsung.
Untuk membalaskan dendam atas pengusiran Bani Nadhir, kaum Yahudi Khaibar melakukan perang proxy, yakni perang dengan memanfaatkan pihak ketiga untuk menghadapi musuhnya. Mereka memprovokasi pemimpin kaum Quraisy dan para pemimpin kabilah Arab musyrikin di jazirah Arab untuk bersama-sama menghadapi umat Islam. Atas provokasi kaum Yahudi di Khaibar itulah maka terjadilah Perang Ahzab.
Mereka juga memprovokasi pemimpin kaum Yahudi Bani Quraizhah untuk menyerang Madinah ketika Nabi Muhammad ﷺ dan pasukan Islam sedang sibuk menghadapi pasukan koalisi pada Perang Ahzab.
Usai Perang Ahzab, kaum Yahudi Khaibar membangun koalisi dengan masyarakat Arab musyrik dari Bani Ghathafan. Kaum Yahudi menjanjikan akan memberikan setengah hasil panen mereka jika kaum Bani Ghathafan bersedia untuk membangun pasukan koalisi bersama mereka. Alhasil terbentuklah pasukan gabungan dengan kekuatan 14.000 tentara. Mereka tinggal menunggu waktu untuk menyerbu Madinah.
Personil intelejen pasukan Muslim berhasil mendapatkan kabar rahasia ini dan menyampaikannya kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Menyerang Duluan
Untuk menghadapi potensi serangan itu, Nabi Muhammad ﷺ berinisiatif untuk menyerang duluan. Pada bulan Muharram tahun 7 Hijriyah (629 Masehi), Nabi Muhammad ﷺ mempersiapkan 1.600 orang pasukan Muslim untuk berangkat ke Khaibar, terdiri dari 1.400 pasukan infantri dan 200 pasukan kaveleri.
Setelah melewati gurun dan bukit berbatuan, tibalah pasukan Muslim di lembah ar-Raji’, di pinggiran wilayah Khaibar pada malam hari. Pasukan Muslim baru memasuki kawasan Khaibar usai menjalani shalat Shubuh.
Saat itu penduduk Khaibar tidak menduga akan diserang oleh pasukan Muslim. Mereka beraktivitas seperti biasa. Para petani datang ke ladang dan kebun mereka dengan membawa peralatan pertanian.
Mereka sangat terkejut melihat kedatangan pasukan Muslim. “Itu Muhammad dan pasukannya!” teriak mereka, kemudian lari tunggang langgung menuju ke permukiman masing-masing.
Kaum Yahudi Khaibar sudah mengantisipasi adanya serbuan musuh dengan membangun benteng-benteng yang besar dan kokok di atas bukit.
Pertempuran Khaibar, terjadi pada tahun 7 Hijriyah, bulan Muharram, atau 629 Masehi. Pasukan Islam berkekuatan 1.400-1600 orang. Sementara, pasukan koalisi Yahudi berjumlah lebih dari 10 ribu personel.
Meski jumlah pasukan Yahudi lebih banyak, serangan mendadak pasukan Muslim membuat mereka tidak siap untuk berhadapan secara langsung. Kaum Yahudi memilih melakukan perlawan dari dalam benteng.
Permukiman Yahudi di Khaibar terdiri tiga wilayah: Nuthah, Syaqq, dan Katibah. Masing-masing wilayah memiliki dua sampai tiga benteng pertahanan. Yang pertama diserang adalah benteng Na’im di wilayah Nuthah. Nabi Muhammad ﷺ menunjuk ‘Ali bin Abi Thalib sebagai komandan pasukan penakluk benteng Na’im. Penaklukan didahului dengan pertarungan duel antara ‘Ali bin Abi Thalib dengan komandan pasukan Yahudi, Marhab. Dalam duel itu ‘Ali berhasil menebas kepala Marhab.
Kematian Marhab membuat nyali pasukan Yahudi ciut. Setelah beberapa hari bertempur, akhirnya pasukan Muslim berhasil menaklukkan benteng Na’im.
Serangan beralih ke benteng ash-Sha’ab. Kali Hubab bin Mundzir yang mendapat tugas sebagai komandan pasukan. Setelah mengepung benteng itu selama tiga hari, pasukan Muslim mulai kehabisan bekal. Maka Nabi Muhammad ﷺ kemudian berdoa memohon dapat merebut benteng yang tersedia banyak makanan dan minuman.
Allah mengabulkan doa beliau. Tak lama kemudian pasukan Muslim berhasil menaklukkan benteng ash-Sha’ab. Di dalamnya terdapat barang rampasan berupa bahan makanan yang melimpah.
Sisa pasukan Yahudi yang ada di benteng ash-Sha’ab melarikan diri ke benteng Zubair yang terletak di wilayah Nathah. Benteng itu dibangun di atas bukit yang sangat terjal. Sulit untuk mendakinya. Maka Nabi Muhammad ﷺ memilh strategi untuk mengepung mereka.
Namun setelah mengepung selama 3 hari, tidak ada tanda-tanda mereka bakal menyerah. Nabi kemudian mendapat informasi bahwa benteng Zubair terhubung dengan sebuah mata air melalui sebuah pipa, sehingga mereka tidak kehabisan persediaan air.
Nabi Muhammad ﷺ kemudian menyuruh pasukan Muslim memotong pipa pemasok air itu, sehingga orang-orang Yahudi yang berada di dalam benteng kehabisan air. Keadaan itu memaksa mereka keluar dari benteng untuk menghadapi pasukan Muslim, sehingga terjadi pertempuran sengit di antara kedua pasukan itu.
Pertempuran dimenangkan oleh pasukan Muslim, sehingga benteng Zubair berhasil ditaklukkan. Sisa pasukan Yahudi lari ke benteng lain yang belum ditaklukkan.
Penyerbuan beralih di ke benteng Ubay di wilayah Syaqq. Benteng itu juga berhasil ditaklukkan setelah terjadi pertarungan sengit di antara dua pasukan itu.
Kaum Yahudi kemudian menyelamatkan diri ke benteng Nazar yang berada di puncak bukit, di wilayah Syaqq. Jalan menuju ke sana sangat terjal.
Benteng Nazar tak mudah untuk ditaklukkan. Pada saat pasukan Muslim berusaha mendekati pintu benteng, pasukan Yahudi melemparinya dengan panah dan batu. Sehingga pasukan Muslim mencari cara lain untuk menaklukkannya.
Nabi Muhammad ﷺ memerintahkan pasukannya untuk menjebol dinding benteng menggunakan manjaniq, yakni alat pelontar batu besar.
Setelah berhasil menjebol dinding benteng, pasukan Muslim merangsek masuk ke dalam benteng, dan kemudian berhasil mengalahkan pasukan Yahudi di dalam benteng.
Sisa pasukan Yahudi kabur ke benteng Qamush, benteng Wathih, dan benteng Salalim di wilayah Katibah. Pasukan Muslim kemudian mengepung, hingga mereka terisolasi di dalam benteng.
Kaum Yahudi Menyerah
Setelah berlangsung 14 hari, mempersiapkan manjaniq untuk menjebol ketiga benteng tersebut. Mengetahui rencana operasi itu, kaum Yahudi menyampaikan tawaran untuk berdamai. Mula-mula mereka menyatakan bersedia hengkang dari Khaibar, asalkan mereka semua dibiarkan hidup.
Permintaan mereka dikabulkan oleh Nabi. Mereka diperkenankan membawa harta benda semampu yang diangkut kendaraan mereka, kecuali emas, perak, kuda, dan senjata.
Setelah dikabulkan, mereka mengajukan penawaran baru. Yakni mohon diizinkan tetap tinggal di Khaibar dan menggarap kebun kurma di sana. Adapun hasil panennya akan disetorkan setengahnya kepada umat Islam. Hak pengelolaan lahan ini terus berlangsung sampai Nabi wafat, dan kekuasaan berada di tangan khalifah Abu Bakar.
Hak pengelolaan itu baru berakhir pada masa khalifah ‘Umar bin Khaththab, disebabkan kaum Yahudi melakukan pengkhiatan terhadap perjanjian. Khalifah ‘Umar mengusir mereka seluruhnya dari Khaibar.
Perang Khaibar memakan banyak korban jiwa. Dari pihak Yahudi jumlah yang terbunuh 93 orang. Sedangkan di pihak Muslim ada sekitar 15 orang.* (Saiful Hamiwanto)
Sumber: Ahmad Hatta, et al, The Great Story of Muhammad, Maghfirah Pustaka, Jakarta, 2014.
The ad is displayed on the page
current post: Perang Khaibar, ID: 35353
Ad: ads bawah pst (35603)
Placement: After Content (after-content)
Display Conditions
Ad | wp_the_query |
---|---|
post | post |
Find solutions in the manual