Sebagaimana sudah dipahami secara luas, pada hakikatnya kehidupan kita di dunia ini adalah ujian; ujian untuk mengetahui mana hamba Allah yang shalih dan mana pula hamba-Nya yang durhaka; mana orang yang banyak amal kebaikannya, dan mana pula yang banyak amal keburukannya.
(Allah) Yang menciptakan kematian dan kehidupan, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (al-Mulk [67]:2)
Ujian yang harus dihadapi manusia itu ada yang berupa kenikmatan, ada pula yang berupa musibah. Ujian kenikmatan diberikan untuk melihat apakah seseorang bersyukur atas nikmat yang Dia berikan. Sedangkan ujian berupa musibah diberikan kepada manusia untuk melihat apakah seseorang dapat bersabar menghadapinya.
Ujian menjadi lebih seru, karena Allah memberikan izin kepada Iblis dan pasukan setan untuk menyesatkan manusia.
Tuhan berfirman (kepada Iblis), “Pergilah (ajak manusia ke jalan sesat). Barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahanam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang setimpal.” (al-Isra` [17]: 63)
Bahkan Allah mempersilakan Iblis mengerahkan seluruh kekuatan pasukan tempur yang mereka miliki untuk menyesatkan manusia.
Dan perdayakanlah siapa saja di antara mereka yang engkau (iblis) sanggup dengan suaramu (yang memukau), kerahkanlah pasukanmu terhadap mereka, yang berkuda dan yang berjalan kaki, dan bersekutulah dengan mereka pada harta dan anak-anak lalu beri janjinya kepada mereka, “Padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka. (al-Isra` [17]: 64)
Tekad Lemah Nabi Adam
Begitu diberi izin, Iblis tak menyia-nyiakan kesempatan itu sedikit pun. Dia langsung memulai aksi tipu-tipunya pada manusia pertama, Nabi Adam ‘alaihis salam dan istrinya.
Setelah mengetahui Adam dan Hawa dilarang mendekati sebuah pohon di surga, Iblis segera membisikkan bujukan sesat kepada Adam, sebagaimana direkam dalam Al-Qur`an:
Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata, “Hai Adam, maukah aku tunjukkan kepada kamu pohon khuldi (kekekalan) dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (Thaha [20]:120)
Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata, “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga).” (al-A’raf [7]: 20)
Agar Adam tak meragukan tipuannya, tak lupa Iblis bersumpah, seraya menegaskan bahwa dia memberitahukan hal itu demi “kebaikan”Adam.
Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, “Sesungguhnya aku adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.” (al-A’raf [7]: 21)
Setelah mendengar sumpah itu—yang menjadi justifikasi atas rasa penasaran mereka—Adam dan Hawa kemudian memberanikan diri mendekati pohon itu, lalu memakan buahnya.
Namun ketika suami-istri itu sedang asyik-asyiknya memakan buah, Allah mempermalukan Adam dan Hawa dengan melenyapkan pakaian yang sedang mereka kenakan, sehingga keduanya tiba-tiba menjadi telanjang.
Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. (Thaha [20]: 121)
Mengapa Adam dan Hawa dapat disesatkan oleh Iblis, padahal Allah katakan, sesungguhnya tipu daya setan adalah lemah?
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut. Sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (an-Nisa [4]: 76)
Jawabannya ada pada surat Thaha [20] ayat 115:
Dan sesungguhnya dahulu telah Kami perintahkan kepada Adam, tetapi ia lupa (terhadap perintah itu), dan tidak Kami dapati ‘azam (tekad yang kuat) (untuk menjauhi larangan) padanya.
Pada ayat tersebut Allah menjelaskan, rayuan Iblis bukanlah faktor utama yang menjadikan Adam melanggar larangan Allah. Faktor utamanya ada pada diri Adam sendiri, yakni lemahnya ‘azam (tekad) dia untuk menaati perintah dan larangan Allah. Dengan kata lain, dalam hati Adam memang sudah ada kecenderungan untuk malas menaati perintah Allah.
Lemahnya tekad manusia untuk taat kepada Allah itulah yang menjadi modal bagi setan untuk menjalankan aksi penipuan dan penyesatan. Semakin lemah tekadnya, semakin mudah setan menyesatkannya. Sebaliknya, semakin kuat tekad manusia untuk taat kepada Allah, semakin sulit setan untuk menyesatkannya.
Orang-orang yang bertekad kuat untuk taat itu diakui oleh Allah sebagai hamba-hamba-Nya (yang sejati). Mereka dijamin tidak dapat dikuasai setan, karena mereka senantiasa dalam penjagaan Allah. Allah jelaskan jaminan itu pada ayat berikut,
Sesungguhnya (terhadap) hamba-hamba-Ku, kamu (setan) tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai Penjaga. (al-Isra` [17]: 65)
Tekad Kuat Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah contoh dari orang-orang yang punya tekad kuat untuk taat mutlak kepada Allah. Tidak ada satu pun perintah Allah yang tidak dipatuhinya, hingga kepatuhannya itu diabadikan di dalam Qur`an:
(Ingatlah) ketika Tuhannya berfirman kepadanya, “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab, “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”. (al-Baqarah [2]: 131).
Begitu patuhnya kepada Allah, sehingga ketika Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perintah menyembelih Ismail, putra tunggalnya saat itu, dia menyanggupi tanpa syarat.
Nabi Ibrahim adalah manusia yang sangat santun dan sangat penyayang. Tentunya dia sangat sayang kepada Ismail, putra tunggalnya yang baru diperolehnya di masa tua. Karena itu, jika hanya menggunakan logika dan perasaan, Ibrahim tak akan tega untuk menyembelih Ismail dan boleh jadi akan menolak perintah Allah itu.
Namun, dalam hal perintah dan larangan Allah, Ibrahim adalah manusia yang paling patuh pada perintah Allah. Patuh tanpa syarat dan tanpa tapi. Tak ada sedikit pun keinginan untuk menawar, apalagi menolak. Sebab keimanan Nabi Ibrahim sudah sampai pada tingkat percaya penuh—percaya sejuta persen—kepada Allah. Beliau meyakini, kalau Allah memberikan perintah, maka pasti di situ ada kebaikan. Allah tidak pernah mengeluarkan perintah yang merugikan hamba-Nya.
Keyakinan itu telah terbukti berkali-kali. Salah satunya terjadi di masa muda Ibrahim, ketika mendakwahi kaumnya yang musyrik. Saat itu kaumnya tidak menerima dakwah Nabi Ibrahim. Mereka malah menghukum pemuda Ibrahim dengan melemparkannya ke dalam api. Lantas Allah menyelamatkan Ibrahim dengan merekayasa api menjadi dingin.
Sejak itu Ibrahim semakin yakin, Allah akan senantiasa menolong orang-orang yang berjuang di jalan-Nya, baik dengan cara menyelamatkan hamba-Nya dari gangguan orang kafir ataupun dengan cara mematikannya sebagai syahid.
Itu sebabnya Iblis tidak berhasil memperdayai Ibrahim ketika nabi itu dan putranya telah ber-‘azam untuk mengeksekusi rencana penyembelihan Ismail. Ketika Iblis mencoba menggagalkan upaya Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail, alih-alih Nabi Ibrahim terbujuk,si Iblis malah mendapat lemparan batu dari kekasih Allah itu.
Alhasil, Iblis akan selalu menjadi pecundang jika menghadapi orang-orang yang punya tekad kuat untuk menaati Allah. Wallahu a’lam bis-shawab.
***
(Penulis: Abu Faza)