Sebuah dialog menarik terjadi antara Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah saat pergantian panglima perang.
“Semoga Allah mengampunimu, engkau tidak memberitahuku jika telah mendapat amanah dari Amirul Mukminin untuk menjabat panglima, sementara engkau shalat di belakangku. Mengapa demikian?” tanya Khalid.
“Semoga Allah juga mengampunimu. Aku tidak akan memberi tahu kepadamu, kecuali setelah engkau mendengar dari selainku. Aku tidak akan menyakitimu (dengan perkataanku). Bukanlah dunia dan isinya yang aku inginkan. Bukan pula karena dunia aku beramal. Sebab dunia ini dan setiap yang engkau lihat akan lenyap,” jawab Abu Ubaidah.
“Sesungguhnya kita adalah bersaudara. Penegak perintah Allah tidak akan menyusahkan saudaranya, baik dalam urusan dunia maupun agama. Sebaliknya, pemimpin harus menyadari bahwa dirinya lebih dekat dengan fitnah, yang akan menjerumuskannya ke dalam kesalahan, kecuali orang-orang yang dilindungi Allah,” kata Khalid.
Setelah itu, Abu Ubaidah menjukkan surat mandat Umar bin Kaththab kepada Khalid bin Walid.
Maka, ketika seseorang yang terpilih menjadi pemimpin, tidaklah pantas dia merasa bangga, sombong, mapupun takabur atas jabatan tersebut. Jabatan pemimpin adalah sebuah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya dan celakalah bagi pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan dirinya sendiri.
***
Disadur dari buku the Golden Story of Umar bin Kaththab terbitan Maghfirah Pustaka
Penyadur: Nila Fauziyah