Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam: Teladan Sepanjang Zaman

Apa yang kita bayangkan tentang sesosok pria yang berakhlak sangat mulia, yang lahir dan dibesarkan di celah-celah kematian demi kematian orang-orang yang ia kasihi dan mengasihinya?

Ia lahir dari rahim sejarah, ketika tak ada seorang pun selain dirinya yang mampu menorehkan catatan keluhuran budi pekerti pada zaman itu. Kemuliaan akhlak dan keluhuran budi pekertinya ini dinyatakan langsung oleh al-Qur`an,

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (al-Qalam [68]: 4)

Di rumahnya tak dijumpai perabot mahal. Ia makan di atas lantai layaknya hamba sahaya dan tidur beralaskan pelepah kurma. Padahal, para raja dan penguasa dunia kala itu iri melihat kekokohan struktur masyarakat yang dibangunnya dan loyalitas para pengikutnya.

Dalam kesibukannya yang padat luar biasa, ia masih sempat bertandang ke rumah putri beserta menantu tercintanya: Fathimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. Fathimah merasakan kasih sayangnya tanpa harus menjadi manja dan kehilangan kemandirian. Saat Bani Makhzum memintanya untuk membatalkan eksekusi atas tindak kejahatan yang dilakukan oleh seorang perempuan bangsawan mereka, ia malah menegaskan,

إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ ، أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الحَدَّ ، وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

“Sesungguhnya yang menyebabkan kehancuran bangsa-bangsa sebelum kalian adalah, jika ada seorang bangsawan di tengah mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sedangkan jika rakyat biasa dari mereka yang mencuri, mereka menjatuhkan hukuman. Demi Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, maka aku sendirilah yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Satu pemandangan yang menakjubkan, ketika dalam sibuknya ia masih menyempatkan dirinya untuk memerah sendiri susu domba atau menjahit sendiri pakaiannya yang koyak.

Dialah yang terbaik dengan prestasi besar di luar rumah, namun tetap prima dalam status dan kualitasnya sebagai orang rumah. Di bawah kepemimpinannya, para lelaki menemukan jati diri mereka sebagai lelaki. Pada saat yang bersamaan, para wanita mendapat kedudukan yang terhormat.

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)

Ia kerap bercengkerama dengan para sahabatnya, bergaul dekat dengan mereka, bermain dengan anak-anak mereka, bahkan menimang balita-balita mereka. Ia terima undangan mereka, baik yang merdeka, budak, kaya, maupun yang tak punya apa-apa. Ia jenguk rakyatnya yang sakit di ujung kota Madinah. Ia terima permohonan maaf orang lain. Ia selalu lebih dulu memulai salam dan menjabat tangan siapa pun yang ia jumpai, dan tak pernah menarik tangannya sebelum orang yang disalaminya menarik tangan terlebih dahulu.

Ia muliakan siapa pun yang datang menemuinya. Ia hamparkan jubahnya dan kadang memberikan alas duduknya untuk tamunya. Ia tak pernah menjulurkan kaki ketika duduk bersama para sahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Ia panggil para sahabatnya dengan nama yang paling mereka sukai. Ia beri mereka kuniyah (julukan) kesayangan. Tak pernah ia memotong pembicaraan orang lain, kecuali jika orang itu sudah berlebihan.

Ketika masyarakat Tha’if menolak dan menghinanya, malaikat penjaga bukit datang menawarkan bantuan untuk menghimpit mereka dengan sebuah bukit. Tetapi, ia menolak dan berkata, “Kalau bukan mereka, aku berharap keturunan dari sulbi mereka kelak akan menerima dakwah ini, mengabdi kepada Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun.”

Pada suatu hari, dalam tenda militernya, ia berkata, “Seandainya ada orang shalih yang mau mengawalku malam ini.” Dengan kesadaran dan cinta, beberapa orang sahabat menjaga tendanya. Ketika tengah malam, tiba-tiba terdengar suara gaduh yang mencurigakan. Para sahabat berhamburan ke arah sumber suara. Ternyata, ia sudah ada di sana mendahului mereka, tegak di atas kudanya. “Tenang, itu hanya suara angin padang pasir,” hiburnya kepada para sahabatnya. Jelaslah, bahwa keinginannya agar ia dikawal pada malam itu bukan karena takut atau manja. Namun, lebih merupakan pendidikan disiplin dan loyalitas.

Sungguh, ia berangkat haji dari Madinah ke Makkah dengan pakaian dan bekal yang tak lebih dari empat dirham saja. Sebelum bertolak, ia berdoa,

اَللّهُمَّ اجْعَلْهُ حَجاًّ ، لاَ رِياَءَ فِيْهِ وَ لَا سُمْعَةَ

Ya Allah, jadikanlah ibadah haji ini sebagai ibadah yang tidak mengandung niat agar dipuji orang dan tidak pula mengandung niat agar terkenal.” (HR. Tirmidzi).

Teladan MuhammadPada kemenangan besar saat Fathu Makkah, ia memasuki kota Makkah dengan kepala tertunduk seraya terus membaca tasbih, tahmid dan istighfar. Ia tidak mabuk kemenangan.

Ummul Mu’minin A’isyah radhiyallahu ‘anha menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat tanpa meninggalkan makanan apa pun selain setengah ikat gandum. Saat ruhnya dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum.”

Kalimat yang pernah diucapkannya berikut ini, harus membuat kita merasa malu dan menyesal jika tidak mencintainya. Ia pernah bersabda,

لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ، فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ، وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا

Setiap nabi memiliki doa yang tidak akan ditolak Allah, dan mereka sudah memohonkan doa mereka masing-masing kepada Allah. Sedangkan aku menyimpan doaku itu sebagai syafaat untuk ummatku nanti pada Hari Kiamat. Ummatku akan memperoleh syafaat dari doaku itu, yaitu mereka yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan apa pun.” (HR. Muslim)

Tak cukupkah semua keutamaan dan keteladanan ini menggetarkan hati kita dengan cinta, memacu raga kita dengan sunnah dan uswah, serta menggerakkan lisan kita dengan shalawat?

Dialah Muhammad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, teladan dan uswah sepanjang zaman.

Wallahu a’lam.

 

(Disadur dari buku Teladan Muhammad, terbitan Maghfirah Pustaka)

Penulis: Dahyal Afkar

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top