“Saya menulis untuk memberi saya kekuatan … Saya menulis untuk mengeksplorasi semua hal yang saya takutkan. ”
– Joss Whedon
Banyak orang berpersepsi, menulis adalah suatu pekerjaan yang membosankan. Meluangkan waktu hingga berjam-jam di depan komputer atau jika dilakukan secara tradisional–menulis di atas kertas dengan tinta pulpen–itu tidak lebih dari pekerjaan seorang introvert.
Menulis bukan pekerjaan yang mudah karena dianggap memerlukan imajinasi yang tinggi, kosa kata yang tidak sedikit, pemahaman yang luas hingga terciptalah sebuah tulisan yang menggugah dan menginspirasi banyak orang.
Meski di sisi lain, banyak pula orang yang memandang seorang penulis sebagai orang yang pintar, karena mereka dapat meramu kata-kata dengan begitu apik. Yang pada akhirnya karya mereka akan terkenang menembus waktu, bahkan ketika sang pengarangnya telah tiada, tulisan itu akan tetap ada.
Namun, apakah menulis memang terbatas pengertiannya sebagai suatu pekerjaan yang dituntut secara profesional? Apakah kegiatan menulis hanya untuk menceritakan kisah-kisah yang menggugah pembaca? Jika jawaban kalian menjawab ya, maka kalian perlu berpikir ulang. Sebab, masih banyak manfaat lain yang bisa kita dapatkan dari kegiatan menulis. Terutama dari sisi psikologis, menulis adalah sebuah terapi yang bisa membantu kita melampiaskan emosi secara tepat.
1. Meringankan Beban Ingatan
Pikiran manusia berbeda-beda. Terkadang bisa diibaratkan akar pohon yang menyembul secara acak, ada pula yang tampak jelas seperti aliran sungai. Namun, satu hal yang pasti, pikiran manusia (sebenarnya) sangat mudah untuk dikontrol apabila orang itu bisa mengendalikannya.
Seperti ketika seseorang memiliki banyak kegiatan, banyak kejadian, dan peristiwa yang berlangsung dalam satu waktu, pikirannya tentu akan semakin rumit. Dia perlu mengingat dan memilah-milah mana hal yang penting dan tidak penting. Pikiran yang rumit, jika dipikirkan terus-menerus secara bersamaan hanya akan membuat orang itu lelah. Pikirannya pun akan terpecah belah. Hingga akhirnya stress sendiri, mudah lupa, dan mudah marah.
Orang itu tidak bisa memilih salah satu di antara banyak kegiatan yang sedang dia lakukan, namun dia hanya memerlukan sedikit waktu luang untuk menulis. Menuliskan sedikit jadwal kegiatannya, menuliskan peristiwa-peristiwa yang berlangsung di sekitarnya, sehingga perlahan-lahan beban pikirannya (hal-hal yang perlu dia ingat) berkurang. Semacam menulis di sticky note, maka dia tidak perlu lagi memaksakan diri mengingat semuanya dalam otak, dia hanya perlu melihat catatannya dan menjadikan catatan itu sebagai alarm.
2. Mengendalikan Kesehatan Mental dan Emosional
Begitu pula dengan beban pikiran. Tidak semua orang mampu mengekspresikan dirinya ketika menghadapi suatu masalah. Tidak semua orang dapat terus-menerus merasa kuat ketika harus memikul suatu penderitaan. Orang bisa menjadi sangat terpuruk hingga cenderung menarik diri dari uluran tangan orang lain. Ketidakpercayaan orang itu kepada orang lain membuat dirinya semakin tenggelam pada pikiran-pikiran negatif.
“Mereka hanya bertanya ada apa, kenapa, tapi mereka tidak benar-benar peduli dengan masalahku.”
“Mereka hanya penasaran. Lalu, nantinya menertawakan. Aku merasa benar-benar sendirian.”
Tahukah kalian jika pikiran-pikiran semacam itu terus berlangsung hanya akan menimbulkan depresi? Oleh karenanya orang-orang yang depresi banyak mencari tempat untuk melampiaskan amarah mereka, mencari tempat untuk menyalurkan ketertekanan yang menghimpit hidup mereka. Semata-mata agar mereka tidak gila.
Namun, bukan berarti kita bisa bebas menghancurkan diri kita demi melampiaskan semua masalah. Seperti misalnya memakai obat-obatan terlarang, menjadi destruktif, dan sebagainya. Kita bisa memulainya dengan hal sederhana, yaitu menulis. Karena dengan menulis, kita bisa menuturkan semua masalah yang membebani diri kita secara jujur. Mengeluarkan segala unek-unek, rasa kesal, rasa marah, maupun kesedihan tanpa perlu takut dihina ataupun diejek.
Melampiaskan amarah dengan cara menulis adalah salah satu bentuk terapi yang direkomendasikan oleh banyak ahli psikologi.
“Peran seorang penulis bukanlah untuk mengatakan apa yang dapat kita katakan, tetapi apa yang tidak dapat kita katakan.”
– Anais Nin
3. Menambah Daya Ingat dan Analisis
Dibandingkan orang yang hanya mengingat sebuah materi melalui hafalan, lebih bagus ingatan orang yang menghafal sembari menuliskan ulang materi tersebut. Kenapa? Karena dengan menulis, otak kita bekerja dua kali, yaitu menulis dan mengingat.
Orang yang terbiasa menulis, biasanya memiliki daya analisis yang baik. Sebab, dalam pembuatan karya fiksi maupun non fiksi, penulis dihadapkan pada situasi di mana dia harus bisa menentukan tokoh-tokoh utamanya, plot dan titik-titik permasalahannya, bagaimana cara mengeksekusinya, dan yang terpenting bagaimana membuat naskahnya terasa nyata seolah-olah kejadian sungguhan.
4. Membawa Harapan Bagi Penderita Kanker
Sebenarnya bukan hanya untuk penderita kanker, namun di Eropa, terapi menulis ini memang lebih difokuskan pada penderita kanker yang sering membuat pasiennya pesimis. Hal sederhana seperti menulis ini nyatanya bagus untuk perkembangan pasien. Pasien bisa menuliskan hal-hal yang positif, kenangan-kenangan semasa mereka bahagia dan sehat, serta harapan-harapan yang bisa membangkitkan semangat mereka untuk sembuh.
Menulis adalah pekerjaan yang tidak melulu soal mencari uang, tetapi bisa menjadi tempat untuk mendapatkan ketenangan.
“Menulis adalah suatu bentuk terapi; terkadang saya bertanya-tanya bagaimana semua orang yang tidak menulis, menciptakan, atau melukis dapat melarikan diri dari kegilaan, kemurungan, kepanikan, dan ketakutan yang melekat dalam situasi manusia.”
– Graham Greene
***
Penulis: Nila Fauziyah
The ad is displayed on the page
current post: Manfaat Menulis Bagi Psikologis Manusia, ID: 2085
Ad: ads bawah pst (35603)
Placement: After Content (after-content)
Display Conditions
Ad | wp_the_query |
---|---|
post | post |
Find solutions in the manual