Dulu tiap-tiap kita adalah sekedar partikel-partikel unsur hara dalam tanah. Ada yang bernama natrium, kalium, magnesium, zinc, karbon, klor, dan puluhan unsur lainnya. Yang diserap oleh berbagai tumbuhan dan tanaman. Hingga tersusun menjadi jaringan daun, batang, buah, biji, dan sebagainya.
Melalui rantai makanan, unsur hara itu berpindah ke dalam tubuh ayah dan bunda kita, beredar dalam pembuluh darah beliau, dan kemudian bersemayam dalam milyaran sel sperma ayah dan sel telur bunda. Atas kehendak Allah, salah satu sperma ayah menjadi pemenang dalam lomba renang menjumpai sel telur bunda, mengalahkan milyaran sel sperma seangkatannya.
Dari perjumpaan sel sperma dan sel telur pembawa unsur hara itu, jadilah diri kita masing-masing yang masih dalam bentuk zygot. Dalam fase itu tentu saja belum nampak ketampanan dan kecantikan kita. Saat itu, kita tidak lebih ganteng daripada seekor kecebong. Jadi, kamu yang sekarang terpesona pada kecantikan dirimu sendiri, ingatlah bahwa sekian tahun silam kamu tak lebih cantik daripada seekor berudu. Bahkan kamu yang gagah perkasa, puluhan tahun silam kamu cuma partikel unsur hara di dalam tanah. Dulu namamu sekedar natrium, kalium, dan magnesium.
Ketika kamu masih berupa sekedar unsur hara, kamu tak pernah berkehendak menjadi manusia. Kamu pun tak pernah ditanya, apakah berkenan menjadi manusia? Semata-mata karena kehendak Allah saja engkau si unsur hara kemudian Dia himpun ke dalam sel sperma ayahmu dan sel telur bundamu.
Ketika kau jadi sperma, apa yang kau persiapkan dalam perlombaan renang mencapai sel telur? Tak ada! Engkau cuma mengikuti skenario Dia bahwa engkaulah sel sperma pemenangnya. Maka bagaimana kamu bisa bangga atas kemenanganmu? Kemenanganmu adalah suatu pemberian! Jadi, mana syukurmu atas kemenangan yang telah dirancang itu?
Kau tak pernah ditanya, hendak lahir dari rahim siapa? Kau juga tak pernah ditanya, apakah hendak lahir dalam keadaan melihat atau buta; rupawan atau buruk rupa; cerdas atau bodoh. Kau tak pernah ditanya! Kau hanya bisa pasrah menerima rancangan-Nya.
Meski tak pernah meminta jadi manusia, kau merasa beruntung menjadi manusia kan? Kau beruntung tidak diciptakan menjadi kucing yang tadi kau lihat mengais-ngais makanan di tempat sampah. Juga tidak menjadi ayam yang dagingnya kau santap tadi siang. Kau tidak diciptakan menjadi bakteri pengurai daging bangkai atau kumbang pemakan tahi kerbau. Maka nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?
Di saat engkau telah ‘aqil baligh (akalmu telah mencapai kesempurnaan), barulah sebagai manusia engkau ditanya, “Mau jalan lurus atau jalan menyimpang?”
Kalau kau tempuh jalan lurus, di ujung jalan ada ridha Allah yang terejawantahkan pada sebuah taman indah abadi yang bernama surga. Kalau kau tempuh jalan menyimpang, di ujung jalan ada murka Allah berupa ladang penyiksaan yang dijejali api yang berkobar-kobar.
Kau diberi waktu sedikit untuk mengumpulkan poin sebanyak mungkin di sepanjang jalan yang kau tempuh. Waktumu terbatas. Seperti sedang bermain game benteng Takeshi, kau diberi waktu sedikit untuk melewati berbagai rintangan, dan mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya. Siapa lengah akan jatuh; siapa yang berleha-leha akan kehabisan waktu.
Tiba-tiba game sudah selesai. Tiba-tiba malaikat maut sudah menjemput. Tidak harus menunggu engkau sakit dan terkapar di pembaringan. Dia bisa datang ketika engkau sedang rapat menyusun anggaran perusahaan. Atau ketika engkau sedang bermain golf.
Kalau hari itu tiba. Maka itulah saatnya tubuhmu mulai terurai, kembali ke tanah, menjadi unsur hara. Lalu, dirimu kembali menjadi sekedar partikel natrium, kalium, atau magnesium.
Kelak di Hari Pengadilan, ketika partikel natrium, kalium, dan magnesium itu dipanggil oleh Israfil, maka jadilah dia sebagai manusia kembali. Milyaran manusia dikumpulkan dalam satu lapangan yang maha luas dalam kurun waktu yang sangat panjang. Ribuan tahun! Menanti pengadilan.
Di saat itulah orang-orang yang dulu memilih jalan menyimpang kemudian menyesal telah menjadi manusia. Yaa laitanii kuntu turaaba! Kalau begini akhirnya, lebih baik aku dulu jadi debu saja. Lebih baik aku tetap menjadi partikel natrium, kalium, magnesium di dalam tanah.
***
Dikutip dari twitter @hamiwanto (Saiful Hamiwanto)